Minggu, 26 Februari 2017

Cara KH Sholeh Darat Ajarkan Islam ke Kalangan Awam





Cara KH Sholeh Darat Ajarkan Islam ke Kalangan Awam
Kepedulian KH Sholeh Darat terhadap masyarakat awam dalam memahami agama Islam sangat besar sekali. Itulah yang membuat kenapa seluruh karya Mbah Sholeh yang terpublikasi, semuanya menggunakan bahasa lokal (Jawa dengan tulisan Pegon).

Dengan penuh kesadaran, Mbah Sholeh melihat kebanyakan orang awam di Jawa kesulitan memahami bahasa Arab untuk mengkaji isi kitab-kitab salaf. Maka menerjemahkan karya para ulama Arab, ia lakukan dalam rangka memandaikan penduduk Jawa.

Kamis, 23 Februari 2017

KH Nafi’ Abdillah Kajen

KH Ahmad Nafi' Abdillah Kajen, Pati, Jawa Tengah dipanggil Yang Maha Kuasa. Menurut keluarga, beliau wafat di Turki pada hari ahad, 22 Jumadil Ula 1438 H/19 Februari 2017. KH A. Nafi’ Abdillah adalah putra KH. Abdullah Zein Salam bin KH Abdussalam. Kakeknya KH Abdussalam adalah pendiri Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen yang dulu dikenal dengan Sekolah Arab. Bapaknya KH Abdullah Zen Salam adalah penerus estafet kepemimpinan Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) setelah KH Mahfudh Salam, ayahanda KH MA. Sahal Mahfudh.


KH A. Nafi’ Abdillah sendiri adalah penerus estafet kepemimpinan Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) setelah wafatnya KH MA. Sahal Mahfudh. Beliau adalah sosok yang bersahaja, santun, dan ramah kepada siapa pun. Sebagai seorang mursyid thariqah, beliau mempunyai jamaah yang tingkat keilmuan dan strata sosialnya beragam, namun beliau mampu mengayomi semua tanpa diskriminasi.


Penulis bertemu pertama kali dengan KH A. Nafi’ Abdillah ketika mengenyam

pendidikan di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM). Ketika itu beliau mengajar Ushul Fiqh. Setelah membaca kitab Ushul Fiqh Ghayatul Wushul karya Zakariyya Al-Anshari rahimahullah, Kiai Nafi’ dengan tenang menulis keterangan di papan tulis secara sistematis dengan bagan-bagan yang memudahkan para siswa untuk memahami materi yang tergolong sulit ini dalam bentuk bahasa arab, kemudian beliau menjelaskannya dengan lugas dan renyah. Pancaran kewibawaan beliau dalam mengajar berbarengan dengan keteladanan beliau dalam mengajar.


Sembilan akhlak utama Kiai Nafi’


Pertama, tawadlu’, rendah hati. Beliau sosok yang tidak ingin menonjolkan diri. Jarang beliau berkenan memberikan mauidhah hasanah di depan panggung, kecuali dalam momentum tertentu, seperti haul Masyayikh PIM yang biasa digelar akhir tahun oleh Keluarga Mathaliul Falah (KMF) sebagai organisasi alumni PIM. Dengan nada guyon, beliau sering mengatakan kepada para tamu, bahwa pondok Mathaliul Huda (PMH Pusat) bukan pondok beliau. Hal ini mencerminkan kerendahhatian beliau dalam bertutur sapa dan bersikap.


Kedua, istiqamah. Beliau mewarisi sifat utama ini dari bapaknya KH. Abdullah Zein Salam. Beliau masuk dan keluar dari kelas tepat waktu sebagai teladan bagi para guru. Menurut beliau, mengajar adalah wajib yang harus dilaksanakan dan tidak boleh ditinggal kecuali dengan alasan wajib. Hal ini sesuai kaidah fiqh “al-wajibu la yutraku illa lil-wajibi”, kewajiban tidak boleh ditinggalkan kecuali karena sesuatu yang wajib pula. Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk sesuatu yang hukumnya sunnah, apalagi mubah.


Ketiga, ikhlas. Beliau begitu menekankan pentingnya ikhlas sebagai intisari amal. Hanya dengan ikhlas (beramal hanya karena Allah), seseorang dekat dengan Allah dan hatinya tenang dari segala gangguan yang datang dari setan, nafsu dan sesama manusia. Jangan melakukan sesuatu dengan motivasi selain Allah, karena rugi dunia-akhirat. Dalam mengajar misalnya, ikhlas adalah faktor utama terpancarnya nur (cahaya) ilmu menembus batin siswa. Tanpa keikhlasan, sangat sulit melahirkan siswa yang shaleh. Dengan ikhlas, segala urusan ditujukan dan dihadapkan kepada Allah SWT.


Keempat, mencintai ilmu. Beliau adalah sosok yang tekun membaca kitab, mulai kitab kecil, seperti Safinatus Shalah karya Imam Nawawi al-Bantani yang menjelaskan tata cara shalat secara detail, sampai kitab tasawuf legendaris karya Ibnu Athaillah al-Sakandari, yaitu Al-Hikam. Pengajian kitab ini bahkan beberapa bulan sudah diadakan di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) bersama para guru. Pengajian beliau di Masjid Jami’ Kajen dan di ndalem selalu diikuti ratusan bahkan ribuan jama’ah yang begitu merindukan petuah-petuah emas dari beliau.


Kelima, menyayomi dengan hati dan tidak mengintimidasi. Kesadaran hati beliau kedepankan daripada pemaksaan kehendak. Dengan pendekatan hati, seseorang menjadi sadar. Ketika dalam suatu rapat di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM), guru-guru sedikit gundah karena masalah tertentu, beliau memberikan nasehat mengutip ucapan (dawuh) ayahandanya KH. Abdullah Zein Salam bahwa dalam hidup prinsip yang harus dipegang adalah ojo gelo (jangan menyesal) dengan setiap kejadian karena semua sudah menjadi takdir Allah SWT. Sehingga sebagai hamba Allah harus menerima dan ridla dengan takdir Allah. Semua guru ketika mendengarkan nasehat beliau ini tertegun, sadar, dan menjadi ingat Allah sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan yang penuh cobaan dan tantangan.


Keenam, teguh memegang prinsip. Ketika mempunyai prinsip, beliau pegang dengan disiplin, sehingga orang lain segan. Dengan kegigihan memegang prinsip ini, beliau menjadi panutan bagi semua orang. Prinsip-prinsip utama beliau adalah memegang teguh tafaqquh fiddin, mencintai auliyaillah (wali-wali Allah), dan disiplin dalam menjalankan amanah.


Ketujuh, membimbing dengan keteladanan. Sebagai seorang ulama kaidah lisanul hal afshahu min lisanil maqal, tindakan lebih efektif dari pada ucapan, benar-benar beliau praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Beliau adalah sosok dengan pertahanan mental yang sangat tinggi, sehingga dalam menyikapi segala hal selalu menampakkan kesejukan, kematangan, dan kearifan, bukan luapan emosi dan ejekan yang justru memperkeruh suasana dan tidak menjadi solusi. Sebagai seorang pemimpin dan mursyid thariqah, ucapan dan tindakan beliau menjadi marji’ul ummah (referensi umat) dalam bersikap dan bertindak.


Kedelapan, tegas dalam mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan apapun, ketegasan beliau jaga. Seorang pemimpin tidak boleh plin-plan dalam mengambil keputusan karena keputusannya diikuti oleh seluruh anggota tanpa terkecuali. Dalam hal masuk sekolah, beliau begitu gigih melaksanakannya. Beliau akan tetap masuk mengajar, meskipun banyak siswa yang tidak hadir. Ketegasan beliau ini menjadi teladan bagi para pemimpin di negeri ini sehingga keputusan yang diambil diikuti oleh seluruh anggotanya.


Kesembilan, kaderisasi. KH A. Nafi’ Abdillah adalah sosok yang memperhatikan kaderisasi, sehingga memperhatikan pertumbuhan kader-kader muda, karena merekalah yang nanti meneruskan estafet keilmuan dan perjuangan ulama. Ketika masih di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM), saya bersama teman-teman seksi pendidikan HSM (Himpunan Siswa Mathali’ul Falah) dan siswa-siswa yang lain pernah dua minggu di ndalem beliau untuk mematangkan persiapan berangkat ke Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang untuk mengikuti forum bahtsul masail. Di ndalem beliau saat itu, selain beliau ada KH. Zainuddin Dimyati, KH. Ali Fattah Ya’qub, KH. Ahmad Yasir, dan Kiai Nurhadi Pesarean. Beliau begitu antusias melihat semangat siswa-siswi dalam tafaqquh fiddin.


Ya Allah, ampunilah semua dosa guru kami ini, siramilah dengan rahmah dan Ridla-Mu, tempatkan beliau dalam maqam yang mulia, tabahkan keluarga dan santri yang ditinggalkan, dan lahirkan ulama-ulama yang sejuk, santun, dan ramah seperti beliau, Amiin ya Rabbal Alaamiin.


Jamal Ma’mur A, Santri KH Ahmad Nafi’ Abdillah di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen Tahun 1995-1997.



SUMBER: WWW.NU.OR.ID

Selasa, 21 Februari 2017

LIFT 1




Sejak Gedung PB NU baru diresmikan, maka penziarah seusai mengunjungi makam Walisongo sudah dipastikan menyempatkan diri berkunjung ke kantor NU, seolah menjadi wali kesepuluh.

Mereka  datang dari daerah, untuk menyaksikan kemegahan gedung NU yang mereka bangggakan itu.  Satu hal yang mereka idamkan adalah bisa naik turun lantai tanpa kelelahan karena memakai lift, yang mereka anggap sebagai mainan gratis.


Suatu hari ada sekelompok rombongan yang baru datang dari pelosok Jawa Tengah dan langsung ingin mencoba naik lift, sambil mau melihat isi kantor NU itu. Ketika pintu lift terbuka, dan tiba-tiba

Minggu, 19 Februari 2017

HIKMAHNYA DUDUK BERSAMA ORANG ALIM, WALAUPUN TIDAK MAMPU MENGHAFALKAN ILMUNYA


Dinukil dari KITAB TANBIHUL GHOFILIN karangan Abul Laist As Samarqondi ra. :
ﺗﻨﺒﻴﻪ ﺍﻟﻐﺎﻓﻠﻴﻦ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻠﻴﺚ ﺍﻟﺴﻤﺮﻗﻨﺪﻱ .

ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻣَﻦِ ﺍﻧْﺘَﻬَﻰ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻌَﺎﻟِﻢِ، ﻭَﺟَﻠَﺲَ ﻣَﻌَﻪُ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻘْﺪِﺭُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻔَﻆَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ، ﻓَﻠَﻪُ ﺳَﺒْﻊُ ﻛَﺮَﺍﻣَﺎﺕٍ
Dikatakan bahwa seseorang yang telah sampai kepada orang yang alim dan duduk bersamanya tetapi dia tidak mampu menghafalakan ilmu, maka orang tersebut mendapatkan tujuh kemuliaan :

ﺃَﻭَّﻟُﻬَﺎ : ﻳَﻨَﺎﻝُ ﻓَﻀْﻞَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻌَﻠِّمين  .
1. mendapatkan keutamaan orang-orang yang belajar.

ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻲ : ﻣَﺎ ﺩَﺍﻡَ ﺟَﺎﻟِﺴًﺎ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺤْﺒُﻮﺳًﺎ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺬُّﻧُﻮﺏِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻄَﺄِ .
2. selama masih duduk bersama orang alim maka dia tercegah dari melakukan dosa dan kesalahan.

Senin, 13 Februari 2017

JADWAL PENGAJIAN HABIB ALWY BIN NUH ALHADDAD & HABIB MUH SYAFI'I BIN IDRUS ALAYDRUS

Hadirilah..
Pengajian Akbar

Pelantikan Pengurus
MWCNU Kebakkramat

Bersama :
HABIB ALWY BIN NUH ALHADDAD
HABIB MUH SYAFI'I BIN IDRUS ALYDRUS

Tempat :
Ponpes Alkaroomah, jengglong, waru, kebakkramat, karanganyar

Pada :

Jum'at, 17 Pebruari 2017 ( 19.30 WIB )

Minggu, 12 Februari 2017

Sayyidina Ali dan Seorang Tua Nasrani


Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap pagi dan sore Allah SWT selalu memandang wajah orang yang sudah tua, kemudian Allah SWT berfirman: Wahai hamba-Ku, semakin tua usiamu, semakin keriput kulitmu, semakin lemah tulangmu, semakin dekat ajalmu, semakin dekat pula engkau bertemu dengan-Ku. Malulah karena-Ku, karena Aku pun malu melihat ketuaanmu, dan Aku pun malu menyiksamu di dalam neraka.<>


Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Sayyidina Ali KW sedang tergesa-gesa berjalan menuju masjid untuk melakukan jamaah shubuh. Akan tetapi dalam perjalanan - di depan beliau - ada seorang kakek tua yang berjalan dengan tenang. Kemudian Sayyidina Ali memperlambat langkah kaki tidak mendahuluinya karena memuliakan dan menghormati kakek tua tersebut. Hingga hampir mendekati waktu terbit matahari barulah beliau sampai dekat pintu masjid. Dan ternyata kakek tua tersebut berjalan terus tidak masuk ke dalam masjid, yang kemudian Sayyidina Ali KW akhirnya mengetahui bahwa kakek tua tersebut adalah seorang Nasrani.


Pada saat Sayyidina Ali KW masuk ke dalam masjid beliau melihat


Rasulullah SAW beserta jamaah sedang dalam keadaan ruku'. (Sebagaimana diketahui bahwa ikut serta ruku' bersama dengan imam berarti masih mendapatkan satu rakaat). Rasulullah SAW waktu itu memanjangkan waktu ruku'nya

Rumah Tangga Yang Romantis

Suatu ketika Rasulullah SAW mengajak istrinya Aisyah RA berlomba pacuan kuda. Aisyah mengatakan: “Rasulullah beradu kecepatan denganku, dan aku berhasil unggul dalam hal kecepatan.” Sebagai pemimpin perang yang tangguh semestinya Rasulullah menang atas Aisyah. Kenyataannya tidak. Aisyah yang menang.


Aisyah melanjutkan kisahnya: “Namun saat badanku berbobot (bertambah gemuk, red) kami kembali beradu kecepatan, dan beliau mengungguliku.” Rasulullah menyindir: “Ini sebanding dengan keunggulan sebelumnya (point sekarang 1-1, red).” (HR Ahmad dan Abu Daud)

sang pendekar pagar nusa

Pondok Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu tafsir, fikih, tasawuf, nahwu-shorof, sejarah Islam dan seterusnya. Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar dan tahan uji. Para kiainya tidak hanya alim tetapi juga sakti. Para kiai dulu adalah pendekar pilih tanding.
Akan tetapi belakangan ada tanda-tanda surutnya ilmu bela diri di pesantren. Berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang padat, ditambah eforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal.<>
Para ulama-pendekar merasa gelisah. H Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya yang gemar berorganisasi menemui KH Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para pendekar. Mereka lalu bertemu dengan KH Agus Maksum Jauhari Lirboyo alias Gus Maksum yang memang sudah masyhur di bidang beladiri. Nama Gus Maksum memang selalu identik dengan “dunia persilatan”.
Pada tanggal 12 Muharrom 1406 M

JADWAL AL HABIB NOVEL BIN MUHAMMAD ALAYDRUS

HADIRILAH
PENGAJIAN AKBAR
Harlah IPNU ke 63 dan IPPNU ke-62, Tahlilan Massal, Baksos Anak Yatim, dan lomba Hadroh se-Kab Sragen

bersama:
AL HABIB NOVEL BIN MUHAMMAD ALAYDRUS
pada :
Ahad 12 Maret 2017

waktu:
19.30 WIB ( ba'da Isya' )

Tempat:
Gedung NU sukodono, Harjosari, Majenang, Sukodono, Sragen


JADWAL HABIB ALWI BIN NUH ALHADDAD

HADIRILAH!!!
MUNAJAH RATIBUL HADDAD
&
Pengajian Akbar

Bersama :
- HABIB ALWI BIN NUH AL HADDAD
- KH. MUH NAFI'AN ALI MALIKI

pada :
Sabtu, 18 februari 2017

Tempat:
Di halaman Rumah Bp.Eko Marwanto, S.Sos (Sekdes Desa Sroyo ), Pulosari, Karangasem, Sroyo

Pukul 20.00 WIB

ALLAHUMMA SHOLI 'ALA SAYYIDINA MUHAMMAD

Kamis, 09 Februari 2017

JADWAL HABIB SYECH ASSEGAF

HADIRILAH
KARANGANYAR BERSHOLAWAT

Bersama :
HABIB SYECH BIN ABDUL QODIR ASSEGAF
beserta para alim ulama & umaro

pada :
Senin, 20 februari 2017

Tempat :
Alun - alun Karanganyar

"AYO BARENG - BARENG MANGKAT PENGAJIAN, KANTHI ATI SENENG AREP SHOLAWATAN"

pengajian akbar bersama HABIB MUH SYAFI'I BIN IDRUS ALYDRUS

Hadirilah..
Pengajian Akbar

Pelantikan Pengurus
MWCNU Kebakkramat

Bersama :

HABIB MUH SYAFI'I BIN IDRUS ALYDRUS

Tempat :
Ponpes Alkaroomah, jengglong, waru, kebakkramat, karanganyar

Pada :

Jum'at, 17 Pebruari 2017 ( 19.30 WIB )



Doa Bangun Tidur



الحَمْدُ لِلهِ الًّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ

Alhamdulillâhil ladzî ahyânâ ba‘da mâ amâtanâ wa ilaihin nusyûr

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghidupkan kami setelah Ia mematikan kami. Kepada-Nya lah kebangkitan hari Kiamat. (Lihat Sayid Utsman bin Yahya, Maslakul Akhyar, Al-‘aidrus, Jakarta)
 (Alhafiz K).

Doa Mengaji Ilmu

 
اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا حِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
 

Allâhummaftah lanâ wansyur ‘alainâ rahmataka yâ dzal jalâli wal ikrâm.

Ya Tuhanku, bukakan lah ilmu-Mu bagi kami dan hamburkan lah rahmat-Mu di atas kami. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan keagungan. (Lihat Sayid Utsman bin Yahya, Maslakul Akhyar, Al-‘Aidrus, Jakarta) (Alhafiz K).

Rabu, 08 Februari 2017

badan Otonom NU

Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.

Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:

(1) Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.

(2) Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.

(3) Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.

lajnah

Berdasarkan perubahan AD/ART hasil Muktamar 33 NU di Jombang, Lajnah Nahdlatul Ulama digantikan dengan lembaga. Semula ada 3 (tiga) Lajnah yaitu LTNNU, Lajnah Falakiyah dan Lajnah Pendidikan Tinggi.

sumber : http://www.nu.or.id

lembaga NU

Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus.
1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.

2. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif  NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.

3. Rabithah Ma'ahid al Islamiyah Nahdlatul Ulama disingkat RMI NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.

4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.

5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pengelolaan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup.

Jaringan

Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) meliputi:
  • 31 Pengurus Wilayah
  • 339 Pengurus Cabang
  • 12 Pengurus Cabang Istimewa
  • 2.630 Majelis Wakil Cabang
  • 37.125 Pengurus Ranting
sumber : http://www.nu.or.id/

STRUKTUR

  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
  4. Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)
Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
 
  1. Mustasyar (Penasehat)
  2. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
 
  1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)
SUMBER : http://www.nu.or.id/

Tujuan Organisasi

Tujuan Organisasi
 
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
 
Usaha Organisasi
  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
  3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

sumber : http://www.nu.or.id

Dinamika NU

Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:
 
  1. Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya.
  2. Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.
  3. Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.
  4. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
  5. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional.
  6. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
  7. Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang dekade 90-an.
sumber : http://www.nu.or.id

Basis pendukung NU

Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
 
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.
 
 sumber : http://www.nu.or.id

Sikap kemasyarakatan NU

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
 
Gagasan kembali ke Khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
 
sumber : http://www.nu.or.id

Paham keagamaan NU

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

SUMBER : http://www.nu.or.id

KH Hasyim Asy’ari


Inilah sejarah KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Seorang pahlawan sekaligus guru bangsa.
KH Hasyim Asy’ari dilahirkan pada 10 April 1875 atau menurut penanggalan Hijriyah pada 24 Dzulqaidah 1287 H, di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Beliau tutup usia pada 25 Juli 1947 yang kemudian dikebumikan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau merupakan putra dari pasangan Kyai Asy’ari dan Halimah. Ayahnya seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. KH Hasyim Asy’ari sendiri merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH Hasyim Asy’ari merupakan keturunan ke-8 dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Dan dari ayah serta ibunya, KH Hasyim Ashari mendapat pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Asy’ari memang sudah tampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dan dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya.
KH Hasyim Asy’ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya beliau merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan.